Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mengungkapkan bahwa potensi Pemutusan Hak Kerja (PHK), khususnya pada sektor pertambangan batu bara dalam negeri, justru bukan terjadi karena adanya program transisi energi di dalam negeri.
Direktur Eksekutif APBIHendra Sinadia mengatakan bahwa potensi PHK yang mungkin terjadi bahkan sebelum transisi energi dilakukan secara masif dalam negeri adalah jika permintaan akan ekspor batu bara dari Indonesia ke China dan India mengalami penurunan yang drastis, atau terjadi penurunan harga jual menjadi lebih rendah dari harga produksi, dan kondisi kelebihan pasokan batu bara dalam negeri.
Ketiga hal tersebut, menurutnya merupakan pemicu terjadinya PHK pekerja sektor pertambangan batu bara dalam negeri.
"Nah ini yang kita khawatirkan jika terjadi memang penurunan harga yang berkepanjangan. Mungkin karena terjadi mungkin oversupply, atau misalnya tiba-tiba Tiongkok mengurangi penggunaan batubara," jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Jumat (13/10/2023).
Namun memang, Hendra mengatakan bahwa dalam waktu dekat, pihaknya belum melihat adanya potensi yang bisa menyebabkan terjadinya PHK pekerja sektor pertambangan batu bara.
"Tapi memang dalam waktu dekat kita belum melihat ke arah situ," tambahnya.
Hendra menyebut, pihaknya terus mengantisipasi potensi terjadinya perubahan yang bisa membuat para pekerja sektor pertambangan batu bara terancam.
"Tapi tentu saja kita harus mengantisipasi jika memang terjadi perubahan-perubahan atau misalnya ada katakanlah mungkin ada outbreak lagi atau seperti apa. Itu yang kita khawatirkan penurunan harga berkepanjangan dalam waktu dekat. Tapi rasanya sih melihat outlook saat ini kita belum melihat ada indikasi ke arah situ," tandasnya.
Perlu diketahui, berdasarkan laporan Global Energy Monitor, ada sebanyak 2,7 juta pekerja langsung di tambang batu bara yang beroperasi di seluruh dunia. Nah, pada tahun 2035 industri batu bara diperkirakan akan kehilangan hampir setengah juta pekerjaan itu, di mana dalam perkiraannya rata-rata 100 pekerja per hari di-PHK.
Manajer Proyek Global Coal Mine Tracker, Dorothy Mei menyatakan transisi energi di dunia tak bisa menghindari adanya penutupan tambang-tambang batu bara di dunia, hal itu juga tentunya akan berdampak pada kondisi sosial para pekerjanya.
"Perencanaan transisi yang baik sedang dilakukan, seperti di Spanyol di mana negara tersebut secara rutin meninjau dampak dekarbonisasi yang sedang berlangsung. Pemerintah harus mengambil inspirasi dari keberhasilan mereka dalam merencanakan strategi transisi energi yang adil," jelasnya seperti dilansir Global Energy Monitor, dikutip Rabu (11/10/2023).
Laporan tersebut juga mengungkapkan sebagian besar pekerja ini berada di Asia yakni sebanyak 2,2 juta pekerjaan. Adapun negara yang menghasilkan batu bara terbesar di dunia seperti China dan India diperkirakan akan menanggung dampak terbesar dari penutupan tambang batu bara.
China memiliki lebih dari 1,5 juta penambang batu bara yang memproduksi lebih dari 85% batu baranya, yang menyumbang setengah produksi dunia. Provinsi Shanxi, Henan, dan Mongolia Dalam memproduksi lebih dari seperempat batu bara dunia dan mempekerjakan 32% tenaga kerja pertambangan global mencapai 870.400 orang.
India, produsen batu bara terbesar kedua di dunia, memiliki jumlah tenaga kerja sekitar setengah dari luas provinsi Shanxi di China. Negara ini secara resmi mempekerjakan sekitar 337.400 penambang di tambang yang beroperasi.
Bahkan, salah satu perusahaan batu bara di India yakni Coal India, menghadapi potensi PHK terbesar yaitu 73.800 pekerja langsung pada tahun 2050.
[Gambas:Video CNBC]
(wia)
Source https://www.cnbcindonesia.com