Cerita Adaro dari BUMN Spanyol Hingga Polemik Rebutan Saham
Cerita Adaro dari BUMN Spanyol Hingga Polemik Rebutan Saham
Admin Ugems
Jakarta, CNBC Indonesia- Sejak tahun 2022 lalu industri batu bara memasuki masa pesta pora akibat commodity boom. Adanya kenaikan harga akibat tingginya permintaan pasar global membuat seluruh perusahaan batu bara di Indonesia mengalami untung besar. Salah satunya ada PT AdaroEnergy Indonesia Tbk(ADRO).
Sepanjang 2022 Adarotelah mencatat laba bersih sebesar US$ 2,83 miliar atau setara Rp 43 Triliun. Capaian tersebut meroket hingga 175% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Berkat pencapaian ini tak heran apabilaAdarodinobatkan sebagai salah satu perusahaan batu bara terbesar di Indonesia.
Meski begitu, di balik perjalanan Adarobelum banyak orang tahu bahwa perusahaan ini awalnya bukan asli Indonesia. Dan juga ada kisah menarik soal polemik saham Adarodi tahun 1997-an. Bagaimana ceritanya?
Jejak Spanyol
Dalam situs resmi perusahaan, sejarah Adarobermula ketika Indonesia mengalamiboom oil tahun 1970-an. Tingginya permintaan global terhadap minyak bumi, batu bara dan gas membuat banyak perusahaan ingin menggali 'harta karun' tersebut di tanah Indonesia.
Salah satu perusahaan itu adalah Enadimsa, BUMN asal Spanyol. Perusahaan tersebut ingin melakukan pembongkaran tanah Kalimantan karena percaya ada batu bara di dalamnya. Alhasil, perusahaan pun mengajukan tawaran eksplorasi dan eksploitasi 8 blok kepada pemerintah Soeharto.
Pengajuan pun disetujui. Tepat pada 2 November 1982Enadimsapun memulai kegiatan tambang dengan mendirikan anak perusahaan bernama PT AdaroIndonesia. Nama Adarodiambil dari keluarga Adaroyang berperan besar dalam pertambangan Spanyol.
Sayang, kegiatan pertambangan Enadimsadi Indonesia tidak berlangsung lama. Hanya dari tahun 1983-1989, alias 6 tahun.
"[...] Konsorsium perusahaan Australia dan Indonesia membeli 80% saham AdaroIndonesia dari Enadimsa," tulis situs resmi.
Belakangan, perusahaan Australia yang dimaksud adalah New Hope Corporation yang memiliki 40,8% saham. Sedangkan saham sisanya dimiliki PT Asminco Bara Utama (40%) dan MECIndocoal(8,2%). Singkat cerita, penambangan batu bara pun berlangsung dan berjalan positif. Jutaan ton batu bara per tahunnya mampu diangkut dari Kalimantan.
Hingga akhirnya di tengah kesuksesan itu muncul kabar polemik soal saham Adaro pada tahun 1997.
Kisruh rebutan saham
Mengutip arsipDetik Finance (22 September 2005), cerita bermula ketika PT AsmincoBara Utama menggadaikan kepemilikan 40% saham sebagai jaminan utang atas pinjaman US$ 100 Juta dari Deutsche Bank Cabang Singapura pada Oktober 1997.
Di tengah perjalanan, tepat pada Agustus 1998, Asminco tidak sanggup membayar utangnya. DeutscheBank pun bergegas menjual saham Adaromilik Asmincotersebut. Namun, keputusan ini baru terlaksana pada 2001.
Pada 6 Desember 2011Deutsche Bank mengajukan permohonan eksekusi ke PN Jakarta Selatan. Berselang 5 hari kemudian, PN Jakarta Selatan memperbolehkanDeutsche Bank melakukan penjualan di bawah tangan kepada pihak ketiga yang ingin membeli saham.
Singkat cerita, perintah pengadilan itu dilakukanDeutsche Bank dengan menjual jaminan PT Asmincoberupa 40% seharga US$ 46 Juta ke PT Dianlia Setiamukti.
"PT Dianlia adalah perusahaan nasional yang dikuasai PT Sukses Indonesia, PT Persada Kapital, dan PT Saratoga Investama. Beberapa nama di belakang perusahaan itu adalah Edwin Soeryajaya, Teddy P. Rahmat, Benny Subianto, dan Garibaldi "Boy"Tohir," ungkap reporter Detik Finance.
Pada titik inilah, polemik pun muncul.
Meski eksekusi sudah sesuai arahan pengadilan, transaksi ini dipersoalkan oleh pemilik tidak langsung Asmincolewat PT SwabaraMining and Energry, yakni BeckkettPte. Ltd yang berbasis di Singapura. Menurut Beccket, transaksi tidak sah karena dilakukan di bawah tangan, tanpa proses lelang.
Alhasil, Beckketyang dimiliki secara tidak langsung oleh SukantoTanotodan HashimDjojohadikusumomelakukan gugatan ke pengadilan pada Maret 2005.
Mereka menuntut pengadilan membatalkan transaksi dan membekukan saham tersebut. Gugatan pun berlangsung di Singapura, dari tingkat rendah hingga Mahkamah Agung.
Di tengah gugatan tersebut, yang sudah mulai tercium aroma kegagalan, lagi-lagi terjadi peralihan saham di tubuh Adaro.
Dalam laporan berbedaDetik Finance (4 Mei 2005), kali ini dilakukan oleh Benny Subianto dan Garibaldi "Boy" Thohirlewat PT Alam Tri Abadi. Keduanya membeli 40,8% saham Adaromilik New Hope Corporation dan 8,2% saham milik MECIndocoalseharga US$ 378 juta.
Artinya, sejak kedatangan Benny dan Garibaldi, Adaroyang semula dikendalikan perusahaan asing (Spanyol dan Australia) sudah menjadi milik pengusaha Indonesia sepenuhnya. Hingga akhirnya, kepemilikan itu benar-benar sah ketika Pengadilan Singapura menolak gugatan Beccket.
"Pengadilan Singapura memutuskan PT Dianlia Setyamukti sebagai pemegang saham PT Adaro Indonesia, perusahaan batu bara terbesar di Indonesia, setelah menolak gugatan Beckkett Pte. Ltd (Singapura)," tulis Detik Finance.
Sejak itulah, PT AdaroIndonesia sudah dimiliki orang Indonesia. Perlahan, terjadi perubahan manajemen di tubuh Adaro. Adaropun sukses IPO pada 2008. Menariknya, upaya Beckketsoal saham Adaropun tak selesai.Beberapa minggu setelah IPO, Beckketkembali mengajukan gugatan agar IPOdibatalkan. Meskipun, gugatan itu kembali mengalami penolakan oleh hakim.
[Gambas:Video CNBC]
(mfa/mfa)