DPR & Ahli Kompak Minta Setop Pembangunan Pabrik Nikel Baru!
DPR & Ahli Kompak Minta Setop Pembangunan Pabrik Nikel Baru!
Admin Ugems
Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa kalangan baik DPR maupun Ahli pertambangan mendesak pemerintah untuk menyetop pembangunan atau melakukan moratorium fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel baru di dalam negeri. Khususnya pabrik nikel fase 1 yakni Nikel Pig Iron (NPI) dan FeroNikel (FeNi).
Permintaan penyetopan pabrik nikel baru itu didasari atas cadangan nikel di Indonesia yang semakin menipis, dan diprediksi bisa habis dalam kurun waktu 7 tahun lagi.
Indonesian Mining Association (IMA)
Plh Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif IMA, Djoko Widajatnomengatakan bahwa menipisnya cadangan nikel dalam negeri dikarenakan meningkatnya kebutuhan pasokan smelter tingkat satu jika rencana pembangunan smelter nikel beroperasi keseluruhan.
Akan tetapi kondisinya sekarang dengan adanya integrated smelter dan stand alone smelter jumlah integrated itu 22 sampai dengan rencana 28 dan yang integrated itu kalau semuanya jadi 104 berarti ada 132 smelter. Nah kalau kita lihat 132 dibanding 22 smelter yang diencanakan tentu kebutuhan bijihnya itu akan melambung 4 kali jadi 497 atau 400 juta wet ton nikel ini yang menyebabkan umurnya jadi 7 tahun," jelas Djoko kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Selasa (15/8/2023).
Selain itu, dia mengatakan bahwa pembangunan hingga total 136 smelter itu diperkirakan akan selesai pada tahun 2025 mendatang. Saat ini, Djoko mengatakan bahwa kebutuhan akan nikel masih pada kisaran 200 juta ton per tahun.
"Tapi ini kan hitungan akhir yang diperkirakan selesainya nanti yang 136 (smelter) itu di tahun 2025. Sementara ini masih di kisaran 200 juta ton, jadi saya yakin masih bisa 7 tahun dengan fungsi yang sekarang," tambahnya.
Komisi VII DPR RI
Anggota Komisi 7 DPR RI, Mulyanto mengatakan bahwa pemerintah lamban menangani persoalan menipisnya cadangan nikel. Dia menilai dengan sisa waktu yang diperhitungkan sekarang yakni 7 tahun merupakan waktu yang tidak lama lagi.
"Menurut kami pemerintah lamban ya ga serius menangani persoalan ini. Menurut kami udah lama ini di DPR sudah bahas ini. Kami sudah rekomendasikan untuk segera menghentikan yang namanya smelter tipe 1 yang maksudnya memproduk hilirisasi tipe 1 nikel pig iron, fero nikel, dan sebagainya," jelas Mulyanto kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Jumat (18/8/2023).
Selain itu, Mulyanto juga mengatakan bahwa Indonesia harus menghemat persediaan nikel yang ada saat ini. Dia mengatakan seharusnya pemerintah melarang ekspor nikel setengah jadi yang memiliki kandungan 4%-10%.
"Jadi kenapa ini kan sisa 7 tahun kalau memang angka akurat, ini kan kepepet di 7 tahun itu sebentar lagi apalagi kalau hitungan politik ya nggak sampai satu setengah periode itu. Ini dieman-eman (hemat) sumber daya alam nilai tinggi ini jangan kita ekspor NPI dari 1,7% hanya tingkat hanya 4-10 % kita ekspor barang bongkahan itu," tambahnya.
Adapun, dia juga mengatakan bahwa seharusnya saprolit yang dimiliki Indonesia bisa diolah menjadi barang yang memiliki nilai lebih tinggi lagi. Apalagi, sebut Mulyanto, hasil olahan saprolit menjadi NPI yang diekspor iti dikenakan bebas pajak. "Sayang sekali nikel kita saprolit yang 1,7% itu diolah hanya jadi NPI saya rasa hilirisasi yang setengah hati ini harus kita sudahi. NPI masih diekspor bebas pajak lagi ya," tutupnya.
Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI)
Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) meminta pemerintah untuk segera menyetop atau moratorium pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel baru di dalam negeri. Pasalnya, cadangan bahan tambang strategis yakni nikel RI diperkirakan semakin menipis dan tidak bertahan lama.
Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli mengatakan bahwa pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan moratorium smelter nikel.
"Kami beberapa kali usul dilakukan moratorium pembangunan smelter pirometalurgi karena menggunakan nickel ore kadar tinggi, saprolit, yang minim. Kalau digenjot terus, kita khawatir ketahanan cadangan nikel riskan," jelas Rizal kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (18/8/2023).
Rizal menjelaskan, bijih nikel terbagi menjadi dua jenis. Pertama, bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5% atau saprolit yang diproses melalui smelter pirometalurgi. Jenis kedua adalah bijih nikel kadar rendah atau limonit yang diproses melalui smelter hidrometalurgi atau High Pressure Acid Leaching (HPAL).
Khusus jenis saprolit, Rizal menjelaskan bahwa cadangannya tidak sebanyak limonit. Pihaknya memperkirakan bahwa umur cadangan saprolit di Indonesia paling lama hanya mencapai 7 tahun lagi. Ini dengan asumsi penyerapan bijih nikel kadar tinggi mencapai 460 juta ton per tahun.
"Kami kira apabila semua smelter terutama yang pirometalurgi selesai dibangun, cadangan saat ini bertahan sekitar 5-7 tahun, karena jumlah kebutuhan nikel 460 juta ton (per tahun) apabila semua smelter dibangun," bebernya.
Sedangkan, untuk jenis nikel kadar rendah atau limonit, Rizal mengatakan bahwa dengan cadangan yang ada saat ini bisa bertahan hingga 33 tahun ke depan.
"Untuk limonit, data yang di bawah 1,5% kadarnya, untuk apabila semua refinery atau smelter hidrometalurgi selesai dibangun, bertahan sekitar 33 tahun kurang lebih," tandasnya.
Menteri ESDM
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa pihaknya sudah mengimbau untuk tidak ada lagi investasi yang masuk dalam pembangunan smelter nikel baru berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Khususnya yang menghasilkan produk olahan nikel kelas dua berupa NPIdan FeNi.
"Udah diimbau. Sementara ini sudah dihimbau untuk tidak lagi menginvestasikan ke situ," kata Arifin ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (11/8/2023).
[Gambas:Video CNBC]
(pgr/pgr)