Jakarta, CNBC Indonesia - CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus menilai bahwa tidak perlu resah apabila terdapat perusahaan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di Indonesia yang melakukan impor bijih nikel dari luar negeri. Sekalipun, Indonesia merupakan penghasil nikel terbesar dunia saat ini.
"Kita itu jangan terlalu baper atau menjadi resah atau gelisah galau karena ada impor nikel ini. Saya kira memang masyarakat tentu melihat kok kita impor padahal kita punya cadangan nikel terbesar," kata Alex dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, Selasa (5/9/2023).
Alex mengakui Indonesia saat ini memang merupakan pemilik sumber daya dan cadangan nikel terbesar dunia. Tercatat, lanjutnya, total sumber daya bijih nikel mencapai 17 miliar ton dengan total cadangan bijih nikel mencapai 5 miliar ton.
"Tetapi yang proven itu pada saat ini smelter terutama untuk high grade setelah kita bekerja hampir 8 tahun, maka sumber daya untuk high grade artinya dengan nikel dengan konten 1,7% memang sudah tidak banyak lagi untuk kita ambil," kata dia.
Sementara, smelter nikel yang ada di dalam negeri juga harus terus tetap beroperasi. Oleh karena itu, menurutnya importasi yang dilakukan perusahaan adalah satu komplemen untuk memenuhi kebutuhan bijih nikel ke smelter.
Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Muhammad Wafid sebelumnya membeberkan, terdapat perusahaan yang melakukan impor bijih nikel dari Filipina. Perusahaan tersebut beralasan impor bijih nikel dilakukan lantaran kurangnya pasokan bahan baku di dalam negeri.
"Ada isu nikel yang diimpor dari Filipina karena smelter kekurangan bahan," kata Wafid di Gedung Kementerian ESDM, Senin (28/8/2023).
Namun, Wafid memastikan bahwa berdasarkan perhitungan seluruh Rencana Keuangan dan Anggaran Biaya (RKAB) nikel yang dikeluarkan, bijih nikel untuk pasokan smelter di dalam negeri seharusnya mencukupi.
"Saya sampaikan bahwa saya coba hitung seluruh RKAB yang sudah kita setujui jumlahnya berapa input nikel yang dibutuhkan berapa hasilnya masih cukup. Tidak ada kekurangan di sekitar Sulawesi Utara, jadi terpaksa harus impor mungkin hal lain ya," tambah Wafid.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia tercatat mengimpor ore atau bijih nikel dan konsentratnya dengan Kode HS 26040000 dari Filipina seberat 38.850.000 kilogram pada Mei 2023.
Jika ditelusuri dari tahun sebelumnya, seperti pada 2022, tidak ada impor ore nikel dan konsentratnya dari Filipina, begitu juga dengan catatan pada 2021 dan 2020.
Namun, pada 2019, tercatat impor dari Filipina sudah ada sebesar 56.663.000 kg pada Juni, dan 55.530.000 kg Agustus melalui Kolonodale, serta 57.000.000 kg pada Juli melalui Poso.
Pada 2023 sendiri, selain dari Filipina, impor nikel dan konsentratnya juga tercatat dari Australia, Brasil, China, dan Singapura. Meskipun, besarannya tak mencapai puluhan juta kg seperti dari Filipina, melainkan berkisar satuan hingga ribuan kilogram melalui Soekarno-Hatta, Pulau Obi, dan Tanjung Priok.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, mengolah data USGS 2023, Indonesia merupakan pemilik terbesar no.1 cadangan nikel dunia atau setara 21% dari total cadangan nikel dunia. Begitu juga dari sisi produksi, Indonesia merupakan peringkat no.1 terbesar sebagai produsen nikel di dunia atau 48% dari total produksi nikel dunia.
[Gambas:Video CNBC]
(wia)
Source https://www.cnbcindonesia.com