Lagi-Lagi Pemerintah Digantung Perusahaan Migas Asing!
Lagi-Lagi Pemerintah Digantung Perusahaan Migas Asing!
Admin Ugems
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mendesak kepastian dari Chevron Indonesia Company (CICO) mengenai kelanjutan proyek minyak dan gas bumi (migas) laut dalam atau Indonesia Deepwater Development (IDD), Kalimantan Timur.
Pasalnya, sejak Chevron menyatakan hengkang, hingga kini belum ada kepastian investor pengganti untuk proyek yang ada di Kalimantan Timur itu.
Menurut Arifin, siapapun penggantinya nanti, pihaknya meminta agar ada kepastian di bulan Juli mendatang. Mengingat, pengembangan proyek IDD cukup penting untuk ketahanan energi jangka panjang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Makanya, kita minta kepastian di bulan Juli, untuk amankan kita punya ke depan. Kan dalam periode ini kita harus memastikan kesinambungan energi ke depan terjamin," ungkap Arifin saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (23/6/2023).
Arifin menegaskan, apabila sampai Juli ini masih belum ada kepastian, pemerintah akan mengambil pemikiran lain terkait nasib proyek ini. Meski begitu, ia belum menjelaskan secara rinci maksud dari pemikiran lain tersebut.
"Kita harapkan Juli IDD ada kepastian. Kalau tidak, akan kita ambil pemikiran lain," katanya.
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut rencananya ENI yang bakal menggantikan posisi Chevron dalam pengelolaan proyek IDD.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan perusahaan asal Italia tersebut masih melakukan diskusi dengan Chevron perihal rencana pengambilalihan proyek IDD. Namun ia berharap proses pengalihan operatorship proyek IDD dapat rampung pada Juni ini.
"Masih berkaitan dengan pasal per pasal dari agreement yang sedang didudukan sehingga mengambil alih IDD dari Chevron tentu di sana kewajiban2 yang ada juga karena itu. Untuk IDD juga diharapkan di bulan Juni ini," kata Dwi saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Senin malam (15/5/2023).
Dwi mengatakan proses diskusi antara kedua perusahaan mengenai kelanjutan dari proyek IDD sendiri selama ini terus berjalan dengan baik. Namun, dalam proses pengalihan hak partisipasi atau participating interest (PI) memang membutuhkan waktu yang tidak singkat.
"Tapi tentu saja semua peralihan itu membutuhkan waktu untuk analisa legal dan sebagainya. Tapi sejauh ini dari laporan ENI dan Chevron proses berjalan dengan baik" kata Dwi.
Baca:
Saham Shell Gak Laku, Pertamina 'Dipaksa' Masuk Blok Masela?
Seperti diketahui, selain rencana Chevron yang akan keluar dari proyek IDD, hal serupa juga terjadi pada proyek gas 'raksasa' Blok Masela. Sejak 2019 Shell berencana keluar atau melepas 35% hak partisipasi di Blok Masela, namun hingga kini belum ada kepastian perusahaan penggantinya. Oleh karena itu, pemerintah pun mendorong BUMN PT Pertamina (Persero) untuk bisa mengambil alih hak partisipasi Shell di Blok Masela tersebut.
Proyek Blok Masela ini dikatakan "raksasa" karena mulanya diperkirakan akan menelan biaya hingga US$ 19,8 miliar, belum termasuk penggunaan teknologi CCUS tersebut. Bila penerapan teknologi CCUS bisa meningkatkan investasi sekitar US$ 1,4 miliar, artinya investasi proyek gas Blok Masela ini bisa melonjak menjadi US$ 21,2 miliar atau sekitar Rp 318 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$).
Blok Masela ini merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan ditargetkan bisa menghasilkan gas "jumbo" sebesar 1.600 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa) dan gas pipa 150 MMSCFD, serta 35.000 barel minyak per hari.
Proyek ini dikelola oleh Inpex Masela Ltd yang bertindak sebagai operator dan memegang hak partisipasi 65% dan 35% masih dipegang oleh Shell.
Baca:
Shell Cabut, Pertamina Kudu Bayar DP di Proyek Raksasa RI Ini
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Sebentar Lagi, Shell Resmi Hengkang dari Proyek Raksasa RI!
(wia)