Riset Ungkap Pelanggaran Sistemik dalam Praktik Pertambangan Nikel di Sultra

Admin Ugems
2 perces olvasmány - Fri Dec 12 01:00:00 GMT 2025

Ilustrasi(Antara)

Serangkaian temuan penting terkait praktik pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara menjadi sorotan utama dalam Diseminasi dan Seminar Publik Responsible Mining yang digelar Universitas Halu Oleo (UHO) bekerja sama dengan SETARA Institute dan SIGI Initiative pada 11 Desember 2025.
Penelitian ini mengungkap pelanggaran sistemik, mulai kerusakan lingkungan, buruknya kondisi kerja, hingga minimnya akuntabilitas perusahaan, di kawasan tambang Konawe dan Konawe Utara. Analisis dilakukan menggunakan lima variabel Responsible Mining Assessment yang merujuk RMI 2022, UNGPs, IRMA, serta kerangka nasional termasuk Perpres 60/2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM.
Guru Besar Fakultas Pertanian UHO sekaligus Ketua Tim Peneliti Yani Taufik mengungkapkan, meskipun Indonesia memegang 62% proyeksi pasokan nikel global dan Sultra merupakan pusat cadangan strategis dengan 61,3 juta ton sumber daya dan 20,45 juta ton cadangan, peluang ekonomi yang ada dibayangi risiko sosial-lingkungan yang sangat besar.
Baca juga : Melalui Talkshow, Perkumpulan Telapak Gali Dilema Nikel di Indonesia
"Terdapat 176 IUP aktif di provinsi ini, namun proses perizinan, pengawasan, dan keterlibatan publik dinilai masih jauh dari standar pertambangan bertanggung jawab," ujar Yani.
Temuan Kunci Penelitian

Celah Kebijakan yang Melemahkan Perlindungan Publik: Riset menemukan ketidaksinkronan kebijakan, baik horizontal antar-regulasi nasional maupun vertikal dengan aturan daerah. Pemusatan perizinan di OSS menyebabkan hilangnya pengawasan berlapis dan ruang partisipasi rakyat. Pasal 162 UU minerba bahkan dinilai berpotensi menjadi pasal SLAPP. Di sisi lain, sejumlah Perda masih memuat norma progresif, namun efektivitasnya terancam oleh perubahan regulasi pusat.
Perilaku Bisnis Perusahaan Tidak Memenuhi Prinsip Responsible Mining: Hampir seluruh perusahaan tidak memiliki kebijakan antikorupsi, HAM, ESG, maupun tata kelola rantai pasok. Sosialisasi kepada masyarakat minim, tumpang tindih IUP masih terjadi, dan program CSR/PPM cenderung seremonial serta tidak menjawab kebutuhan warga. Pemerintah daerah pun mengaku tidak mengetahui detail aktivitas perusahaan akibat sistem OSS yang minim koordinasi.
Kesejahteraan Masyarakat Menurun Drastis: Masyarakat pesisir menghadapi sedimentasi berat dan pencemaran yang membuat ruang tangkap ikan semakin jauh. Petani kehilangan lahan akibat konversi sawah dari 5.000 menjadi 1.500 hektare. ISPA, iritasi kulit, serta debu merah meningkat khususnya di sekitar sekolah. Tradisi lokal seperti metanduale ikut hilang akibat perubahan sosial.
Kondisi Kerja Rentan dan Tidak Aman: Temuan paling serius adalah keberadaan pekerja anak, lemahnya penerapan K3, serta sejumlah kecelakaan kerja fatal yang tidak dilaporkan. Pekerja lokal hanya mengisi posisi buruh kasar, sementara tenaga terampil berasal dari luar. Sistem outsourcing mendominasi hubungan kerja, dan pelatihan SDM lokal minim.
Kerusakan Lingkungan Bersifat Sistemik: Pencemaran air, laut, dan udara ditemukan hampir di seluruh titik penelitian. Sediment pond tidak berfungsi, reklamasi pascatambang hanya ada di atas kertas, vegetasi hilang, dan suhu mikro meningkat. DLH Konawe bahkan menemukan cemaran berbahaya dalam sampel air di sekitar smelter.

Oleh karena itu, Yani memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk merevisi ketentuan UU minerba yang berpotensi disalahgunakan, meningkatkan transparansi industri ekstraktif melalui mandatory disclosure, melakukan uji tuntas HAM sesuai mandat Perpres 60/2023 dan penggantinya, dan membentuk task force pengawasan lingkungan dan sosial di Morosi, Mandiodo, dan wilayah smelter.
"Temuan penelitian secara tegas menyimpulkan bahwa praktik pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara masih jauh dari standar pertambangan yang bertanggung jawab. Dari tata kelola hingga kondisi kerja, dari perlindungan lingkungan hingga akses informasi publik, semua variabel menunjukkan kesenjangan mendasar yang membutuhkan perbaikan sistemik," jelasnya.
Hasil riset tersebut, imbuh Yani, menjadi peringatan sekaligus dasar penting untuk memperkuat reformasi tata kelola pertambangan demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat Sultra. (E-3)



Source https://mediaindonesia.com

Hozzászólások az oldalhoz