Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa pihaknya masih menunggu Revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan batu bara (Minerba). Hal ini berkaitan dengan rencana pemberian 'jatah' Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada Organisasi Massa (Ormas) Keagamaan.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi membenarkan, bahwa kepastian rencana pemberian IUP kepada Ormas Keagamaan masih menunggu rampungnya revisi kebijakan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan batu bara.
"Kita masih menunggu keluarnya revisi PP 96," ungkap Agus saat ditanya rencana Ormas yang bisa diberikan IUP oleh pemerintah saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (20/5/2024).
Sebagaimana diketahui sebelumnya, sejatinya revisi PP 96/2021 itu diperuntukkan untuk memberikan kelonggaran pengajuan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) sampai tahun 2061, dari yang saat ini habis di tahun 2041.
Dalam PP 96/2021 saat ini, Freeport baru bisa mengajukan perpanjangan IUPK paling cepat lima tahun sebelum kontrak berakhir atau paling lambat dua tahun sebelum kontrak berakhir. "Yang pasti, bahwa pemegang IUP, siapapun itu (termasuk perorangan) merupakan sebagai entitas usaha," lanjut Agus.
Sebelumnya, isu perihal Ormas yang bisa diberikan 'jatah' IUP awalnya disebutkan oleh Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Bahlil mengungkapkan, pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan mempunyai alasan tersendiri.
Menurut Bahlil, para tokoh keagamaan sudah selayaknya mendapatkan perhatian dari pemerintah. Terlebih, mereka mempunyai peran yang cukup penting dalam masa-masa perjuangan Indonesia melawan penjajah.
"Di saat Indonesia ini belum merdeka emang siapa yang memerdekakan bangsa ini, di saat agresi militer di tahun 1948 yang membuat fatwa jihad emang siapa? Emang konglomerat? perusahaan? yang buat tokoh agama," ungkap Bahlil saat ditemui usai Konferensi Pers di kantornya, Senin (29/4/2024).
Tak berhenti di situ, di saat Indonesia mengalami masa sulit karena musibah, menurut Bahlil, para tokoh keagamaan juga selalu sigap dalam membantu pemerintah menyelesaikan persoalan tersebut.
"Dari mana hati kita ini? yang penting kita lakukan dengan baik supaya mereka bisa mengelola dan yang mengelola umat, gak boleh ada conflict of interest, dikelola secara profesional, dicarikan partner yang baik," kata Bahlil.
Selain itu, ia juga tidak sependapat apabila ormas keagamaan dianggap tidak memiliki kompetensi yang cukup untuk diberikan mandat mengurus sektor tambang. Pasalnya para perusahaan yang memiliki IUP juga tidak sepenuhnya dikelola sendiri.
"Dia (perusahaan) juga butuh kontraktor, jadi kita bijaksana gitu. Kalau bukan kita yang memperhatikan, organisasi gereja, keagamaan kayak Muhammadiyah, NU, Hindu, Budha siapa yang memperhatikan? Kita kok gak senang kalau negara hadir membantu mereka, tapi ada yang senang kalau investor kita kasih terus," ujar Bahlil.
[Gambas:Video CNBC]
(pgr/pgr)
Source https://www.cnbcindonesia.com