Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Menteri BUMN, Erick Thohir membeberkan bahwa untuk mengatasi kondisi polusi udara yang kian memprihatinkan khususnya di wilayah Jabodetabek, pihaknya sudah menonaktifkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yakni PLTU Suralaya 1, 2, 3 dan 4 di Cilegon, Banten.
"Okelah, PLTU ini disalahkan. Kita matikan Suralaya 1, 2, 3, 4, tetapi apa? Data terakhir tidak mengurangi polusi ternyata, tapi tetap kita matikan, karena ini komitmen sama-sama kita menjaga polusi, polusi ini musuh kita bersama, karena ini kesehatan kita sehari-hari yang tinggal di Jakarta," terang Menteri Erick Thohir di usai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, dikutip Senin (4/9/2023).
Seperti diketahui, PLTU Suralaya 1, 2, 3 dan 4 memiliki kapasitas sebesar 4 x 400 Mega Watt (MW) yang berlokasi di Merak, Cilegon, Banten milik anak usaha PT PLN (Persero) yakni PT Indonesia Power (IP).
Sementara itu, pemasok batu bara dalam negeri termasuk untuk PLN IP berasal dari PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Lantas, bagaimana efek dari dinonaktifkannya PLTU Suralaya 1-4 milik PLN IP terhadap PTBA?
Sekretars Perusahaan PTBA, Niko Chandra mengungkapkan bahwa dinonaktifkannya PLTU Suralaya 1-4 sejak 28 Agustus 2023 lalu belum memberikan dampak untuk PTBA sampai saat ini.
"Dengan dinonaktifkannya PLTU Suralaya sejak tanggall 28 Agustus lalu, sampai dengan saat ini belum memberikan dampak kepada PTBA," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Senin (4/9/2023).
Dia mengatakan bahwa pihaknya masih memasok batu bara kepada PT PLN (Persero) dengan normal yang mana terhitung per Juni 2023 realisasi Domestic Market Obligation (DMO) batu bara PTBA sudah mencapai 10,3 juta ton. "Pasokan batu bara dari PT Bukit Asam Tbk (PTBA) ke PT PLN (Persero) sejauh ini masih normal,"
"Sebagai informasi, realisasi DMO PTBA per Juni 2023 sebesar 10,3 juta ton," tambahnya.
Adapun hal tersebut diklaim dilakukan demi menjaga ketahanan energi nasional. "Kami terus berkomitmen untuk menjaga ketahanan energi nasional," tandasnya.
Di lain sisi, Direktur Utama PLN Indonesia Power, Edwin Nugraha Putra mengatakan operasional PLTU Suralaya telah memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Pihaknya bahkan melakukan pengurangan operasional PLTU saat awal disebut sebagai kontributor polusi Jakarta.
"Sejak 28 Agustus, PLN mengurangi operasional PLTU Suralaya sebanyak 4 unit atau sebesar 1.600 Megawatt (MW) tapi kita ketahui polusi di Jakarta justru semakin tinggi," ungkapnya.
Pihaknya juga telah melakukan berbagai upaya untuk terus menurunkan emisi dari operasional pembangkitnya. Edwin menjelaskan, PLTU Suralaya telah dilengkapi dengan teknologi Electrostatic Precipitator (ESP) yang akan menyaring debu sisa pembakaran sampai ukuran terkecil di bawah 2 micrometer dan Flue Gas Desulphurization (FGD) untuk mengendalikan polutan NOx dan SOx.
"Di sisi pengawasan emisi, PLTU Suralaya telah dilengkapi dengan Continuous Emission Monitoring System (CEMS) untuk memastikan emisi gas buang dari operasional tetap di bawah ambang batas yang ditentukan. Di sini bisa dilihat, PLN menerapkan sistem digital untuk mengelola seluruh pembangkit kami. Monitoring sistem pembangkit membuat operasional semakin efektif dan efisien," ujar Edwin.
[Gambas:Video CNBC]
(pgr/pgr)
Source https://www.cnbcindonesia.com