Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia kini tengah menggencarkan hilirisasi komoditas tambang di dalam negeri, khususnya nikel. Bukan tanpa alasan, besarnya sumber daya nikel Indonesia mendorong pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Terlebih, cadangan nikel Indonesia merupakan terbesar di dunia.
Dampaknya, pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel pun semakin menjamur. Tercatat, sebanyak 111 smelter nikel diperkirakan akan beroperasi pada beberapa tahun mendatang.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), 111 unit smelter tersebut terdiri dari 9 proyek dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan 102 non-IUP atau Izin Usaha Industri (IUI).
Dari target tersebut, sebanyak 37 proyek smelter di antaranya telah beroperasi, yakni 5 smelter oleh pemegang IUP dan 32 smelter dari pemegang IUI. Selebihnya, masih dalam tahap konstruksi dan perencanaan.
Bila ini terus dibiarkan, maka tak bisa dipungkiri ini akan berdampak pada cadangan nikel yang akan semakin menipis. Diperkirakan, cadangan bijih nikel kadar tinggi 1,5% ke atas (saprolit) hanya cukup untuk 9 tahun lagi.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Pusat Sumber Daya Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi Badan Geologi Kementerian ESDM, Hariyanto.
"Dari data kami untuk hilirisasi gunakan pirometalurgi, kualitas nikel 1,5% umur cadangan sampai 9 tahun. Kurang lebih dengan bijih 387,2 juta ton per tahun, ini data berdasarkan Kemenko Marves," jelas Hariyanto kepada CNBC Indonesia dalam program 'Mining Zone', Senin (7/8/2023).
Sedangkan untuk jenis nikel kadar rendah di bawah 1,5% (limonit), sumber daya yang terhitung bisa mencapai 32 tahun dengan asumsi konsumsi dalam negeri sekitar 58 juta ton per tahun.
"Untuk hilirisasi hidrometalurgi bijih nikel 58 juta ton per tahun, umur cadangan 32 tahun estimasi, ini kadar yang digunakan kurang dari 1,5% dari nikel tersebut," paparnya.
Dia mengatakan bahwa cadangan untuk smelter jenis pirometalurgi atau yang mengolah nikel kadar tinggi (saprolit) memang terhitung lebih sedikit dibandingkan dengan limonit.
"Cadangan nikel data kami, total sumber daya bijih nikel 17,3 miliar ton bijihnya. Total cadangan bijih nikel 5,08 miliar ton, ini tahun 2022 dari Badan Geologi Kementerian ESDM. Untuk nikel sendiri dibagi 2, kualitas tinggi saprolit dan kualitas rendah limonit," tambahnya.
"Kalau untuk cadangan nikel di pirometalurgi, ini cadangan lebih sedikit dari limonit atau dengan hidrometalurgi," tandasnya.
Di lain sisi, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan, jika semua smelter terutama untuk smelter jenis pirometalurgi terus dibangun di Indonesia, maka umur cadangan nikel, khususnya jenis saprolit, hanya bertahan paling lama hingga 7 tahun ke depan.
"Kami kira apabila semua smelter terutama yang pirometalurgi selesai dibangun, cadangan saat ini bertahan sekitar 5-7 tahun, karena jumlah kebutuhan nikel 460 juta ton apabila semua smelter dibangun," bebernya dalam kesempatan yang sama.
Sedangkan, untuk jenis nikel kadar rendah atau limonit, Rizal mengatakan bahwa dengan cadangan yang ada saat ini bisa tahan hingga 33 tahun ke depan.
"Untuk limonit, data yang di bawah 1,5% kadarnya, untuk apabila semua refinery atau smelter hidrometalurgi selesai dibangun, bertahan sekitar 33 tahun kurang lebih," tandasnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki sebanyak 300 pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel dan 3 pemegang Kontrak Karya (KK) untuk komoditas nikel.
[Gambas:Video CNBC]
(wia)
Source https://www.cnbcindonesia.com