Jakarta, CNBC Indonesia - Freeport-McMoRan Inc. (FCX) kelihatan tak puas dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia. Khususnya aturan baru yang dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenai tarif bea keluar untuk produk hasil olahan mineral logam.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Mengutip, dokumen pengajuan di Securities and Exchange Commission (SEC) AS, perusahaan raksasa pertambangan asal AS ini menyebut bahwa anak usahanya yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) sejatinya telah diberikan izin ekspor untuk mengekspor 1,7 juta metrik ton konsentrat tembaga pada 24 Juli 2023.
Meski demikian, Freeport keberatan dengan adanya pengenaan bea keluar yang diberlakukan pemerintah baru-baru ini. Pasalnya, apabila mengacu ketentuan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PTFI yang efektif pada 2018 lalu, perusahaan seharusnya tidak lagi dikenakan bea keluar konsentrat setelah progres smelter mencapai 50 persen.
Sebagaimana diketahui pada pertengahan Juli kemarin, Kementerian Keuangan menerbitkan revisi bea masuk berbagai ekspor produk, termasuk konsentrat tembaga.
Di mana bagi perusahaan dengan progress smelter mencapai 70-90% akan dikenakan bea keluar sebesar 7,5% pada semester kedua 2023, dan naik menjadi 10% pada tahun 2024.
Kemudian, bagi perusahaan dengan progres pembangunan smelter di atas 90%, bea keluar yang dikenakan yakni sebesar 5% pada periode semester kedua 2023 dan naik menjadi 7,5% pada 2024.
Sementara jika mengacu pada aturan sebelumnya, PTFI seharusnya dibebaskan tarif bea keluar apabila pembangunan proyek smelter telah melebihi 50%. Hal ini sesuai Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diberikan pemerintah untuk PTFI merujuk pada PMK 164 Tahun 2018.
"PTFI terus membahas penerapan peraturan yang telah direvisi dengan pemerintah Indonesia," tulis perusahaan, dikutip Selasa (7/8/2023).
"Di bawah IUPK PTFI, ekspor bea (keluar) ditetapkan berdasarkan peraturan yang berlaku pada tahun 2018, dengan ketentuan tidak ada bea (keluar) setelahnya progres smelter mencapai 50%," lanjutnya.
Perlu diketahui, aturan terkait bea keluar ini juga berlaku bagi sejumlah perusahaan yang baru saja mendapatkan relaksasi izin ekspor mineral selama setahun sejak 11 Juni 2023 hingga 31 Mei 2024.
Setidaknya ada lima perusahaan tambang yang diberikan relaksasi ekspor mineral hingga 31 Mei 2024, antara lain PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara/ PT Amman Mineral Industri, PT Sebuku Iron Lateritic Ores, PT Kapuas Prima Coal/ PT Kapuas Prima Citra, dan PT Kapuas Prima Coal/ PT Kobar Lamandau Mineral.
Kelima perusahaan tambang tersebut kini tengah menuntaskan pembangunan proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
Jawaban pemerintah
Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Muhammad Wafid mengatakan Freeport harus mengikuti peraturan baru PMK 71/2023.
"Iya, aturannya gitu," jawab Wafid saat ditanya apakah aturan IUPK Freeport sudah tidak berlaku lagi, saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, dikutip Selasa (8/8/2023).
Wafid bersikeras bahwa Freeport harus mengikuti PMK anyar yang mengatur perusahaan tambang yang baru saja mendapatkan relaksasi izin ekspor mineral selama setahun sejak 11 Juni 2023 hingga 31 Mei 2024.
"Ya kan sudah sesuai dengan PMK yang baru ya. Harus sesuai dengan itu," jelas Wafid.
[Gambas:Video CNBC]
(pgr/pgr)
Source https://www.cnbcindonesia.com