NU: Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia Jangan Didikte Satu Kelompok
NU: Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia Jangan Didikte Satu Kelompok
Admin Ugems
JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Besar (Konbes) dan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) menegaskan bahwa terjadi masalah serius dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia.
"Pengelolaan sumber daya alam kita dilakukan dengan cara yang mengabaikan aspirasi publik dan masyarakat," ujar Ketua Komisi Rekomendasi Bahtsul Masail NU, Ulil Abshar Abdalla, dalam jumpa pers di Asrama Haji Pondok Gede, Selasa (19/9/2023).
"PBNU mendorong agar pemerintah dan pihak-pihak yang lain berusaha mencapai konsensus nasional di dalam pengelolaan sumber daya alam," katanya lagi.
NU menegaskan bahwa konsesus nasional itu harus melibatkan seluruh pihak, guna menentukan arah kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang adil untuk semua pihak.
Baca juga: NU: Haram Minta Fatwa ke Artificial Intelligence
Organisasi keagamaan terbesar di Indonesia itu juga menyinggung soal konsentrasi kekuasaan dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia.
"Tidak boleh pengelolaan sumber daya alam didikte oleh satu kelompok saja, terutama kelompok yang menjadi penguasa modal," ujar Ulil.
Menurutnya, eksploitasi pertambangan berisiko tinggi mendegradasi ekosistem wilayah, terutama di pulau-pulau kecil.
Tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, kegiatan pertambangan juga memicu kerawanan sosial yang berpotensi memicu konflik antarmasyarakat.
Berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) pada 2022, sedikitnya ada 164 izin tambang di 55 pulau kecil di seluruh Indonesia.
Baca juga: Hasil Konbes-Munas Alim Ulama: Politik NU Bukan Politik Dukung-mendukung, tapi...
Sejumlah pulau kecil itu sekarang mengalami kerusakan akibat eksploitasi tambang. Pulau kecil itu misalnya Pulau Obi, Pulau Pakal, Pulau Gebe, dan Pulau Mabuli di Maluku Utara; Pulau Wawonii di Sulawesi Tenggara; Pulau Sangihe di Sulawesi Utara; Pulau Kodingareng di Sulawesi Selatan; serta Pulau Bunyu di Kalimantan Utara.
Mengutip Harian Kompas, eksploitasi alam di pulau kecil dapat dikategorikan sebagai kejahatan lingkungan, mengingat kerentanan ekologis yang tinggi dengan daya pulih yang rendah.
Artinya, begitu ada kerusakan di salah satu bagian pulau, dampaknya akan meluas secara cepat di seluruh pulau dan sulit dipulihkan.
Sebab, sistem ekologi pulau kecil yang sangat spesifik dengan keberagaman spesies endemik membuat pemulihannya sangat sulit.
Salah satu kasus pelik kerusakan pulau kecil terjadi di Pulau Obi di Halmahera Utara, yang di antaranya dipicu pertambangan nikel. Industri nikel telah merusak aspek sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat setempat.
Hal serupa terjadi di Pulau Wawonii di Sulawesi Tenggara yang menyebabkan kerusakan ekologis parah, sebagaimana diberitakan Harian Kompas pada 31 Juli 2023.
Baca juga: Menag: Tidak Boleh Ada Partai yang Mengklaim Paling NU
Pulau yang luasnya hanya 715 kilometer persegi itu menanggung dampak kerusakan lingkungan karena tambang nikel.
Setiap tahun banjir bandang terjadi di pulau kecil ini. Padahal, sebelum adanya proyek tambang itu, bencana alam tidak pernah menghampiri.
Eksploitasi pulau kecil lainnya juga dialami Pulau Sangihe di Sulawesi Utara yang separuh lebih wilayahnya ditetapkan sebagai wilayah pertambangan emas. Total wilayah penguasaan tambang mencapai 42.000 hektar.
Pulau Bunyu di Kalimantan Utara juga bernasib serupa, di mana pulau ini ditambang untuk diambil sumber daya fosilnya, seperti minyak bumi, gas bumi, sekaligus batubara.
Baca juga: Jokowi: Kekuatan NU Sangat Luar Biasa, Perlu Dikonsolidasi
Sebelumnya, DPR RI mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020 secara ugal-ugalan di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketika pandemi Covid-19.
Namun, pengesahan ini banyak dikritik karena dianggap tak memperhatikan partisipasi publik yang bermakna. Apalagi, beleid strategis semestinya dibahas pada situasi normal.
Di samping itu, UU Minerba mengikuti UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda yang menarik kewenangan izin pemberian konsesi tambang dari tangan pemda (bupati/wali kota) ke tangan pemerintah pusat dan bisa mendelegasikan kepada gubernur.
Baca juga: Konbes-Munas Alim Ulama NU Minta Tak Ada Lagi Kekerasan Negara di Rempang
Source https://news.kompas.com