Perusahaan Haji Isam Bantah Terlibat Penipuan Batu Bara Adani Group di India
Perusahaan Haji Isam Bantah Terlibat Penipuan Batu Bara Adani Group di India
Admin Ugems
Jakarta - Kuasa hukum PT Jhonlin buka suara soal dugaan keterlibatan perusahaan dalam skandal manipulasi harga batu bara yang dilakukan perusahaan milik orang terkaya di Asia, Gautam Adani yakni Adani Group. Menurut PT Jhonlin, kabar tersebut tidak benar adanya.Pengacara Jhonlin Group Junaidi Tirtanata, mengatakan bahwa pemberitaan sejumlah media nasional dan internasional yang mengaitkan perusahaan dengan Adani Group tidak berdasar. Sebab, dalam proses pembelian batu bara oleh perusahaan raksasa asal India itu, Jhonlin hanya berperan sebagai penjual dan tidak terlibat sama sekali dalam dugaan penipuan."Kami melakukan praktik bisnis batu bara sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia maupun aturan Internasional. Alhamdulillah, reputasi itu terus kami pegang dan pertahankan ke seluruh Johnlin Grup, seperti yang selalu ditekankan dan dipraktikkan pendiri, yaitu Haji Isam," tegas Junaidi dalam keterangan resmi, Kamis (31/5/2024).
Junaidi kemudian menjelaskan munculnya dugaan penipuan Adani Group diduga berkaitan dengan miliader Amerika Serikat, George Soros. Sebab tuduhan serupa pernah mengemuka pada tahun 2015-2016. Juru bicara Adani Group pun sudah membantah semua tudingan tersebut.Proyek Pelaporan Kejahatan dan Korupsi Terorganisir atau Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) sendiri dijelaskannya membongkar dugaan penipuan batu bara yang menyeret Adani Group. Berdasarkan dokumen OCCRP, Adani Group membeli batu bara dari PT Jhonlin dengan harga 28 dolar AS per ton.Pada Desember 2013, kapal MV Kalliopi L membawa batu bara itu, meninggalkan Indonesia menuju India. batu bara itu digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PLN-nya India. Proses transaksi melibatkan Supreme Union Investors yang berbasis di British Virgin Islands sebagai perantara."Sehingga proses ini benar-benar murni bisnis," lanjut Junaidi.Singgung George SorosJunaidi kemudian menjelaskan serangan OCCRP terhadap Adani group diduga kuat ada berkaitan dengan George Soros. Sebab, Junaidi mengatakan Soros memang berseberangan dengan rezim di India saat ini yang dipimpin PM Narendra Modi. Di sisi yang lain, konglomerat Gautam Adani, pemilik Adani Group sangat dekat dengan PM Modi."Tak heran jika informasi dari OCCRP jadi topik utama di media-media India sejak 22 Mei 2024. Mereka mengutip dari media Inggris, Financial Times.Juru bicara Adani pernah menyampaikan, batu bara miliknya sudah dites baik secara independen maupun oleh bea cukai India. Dikatakan pula, sorotan ini hanya daur ulang tuduhan dari 2015-2016 lalu. Dampaknya, harga saham Adani anjlok sampai 50 persen," tulis Junaidi.Lewat Open Society Foundations, Junaidi mengatakan Soros sudah menggelontorkan dana 18 miliar dolar AS untuk kegiatan-kegiatan serupa di seluruh dunia. .Secara terbuka, Soros bahkan perrnah menyebut PM Modi harus bertanggung jawab atas kesalahan finansial tersebut. Menurut Junaidi, kasus Adani bakal melemahkan kekuasaan Modi dan bakal membangkitkan demokrasi di negara itu."Atas pernyataan Soros, pemerintah India meradang dan tak tinggal diam. Dalam sebuah konferensi di Sydney, Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar membantah tuduhan Soros. Dia menyebut, komentar miliarder Hungaria-AS itu adalah khas 'pandangan Eropa-Atlantik'," imbuh Junaidi.Duduk Perkara KasusBerdasarkan catatan detikcom, mencuatnya kabar tersebut bermula dari pemberitaan laporan The Financial Times (FT) yang dirilis pada Kamis (22/5/2024) yang meninjau dokumen yang diperoleh oleh Proyek Pelaporan Kejahatan dan Korupsi Terorganisir (OCCRP). Berdasarkan laporan tersebut, Adani diduga kuat melakukan penipuan dan meraih keuntungan besar karena menggunakan batubara kualitas rendah untuk PLTU perusahaan listrik India. Kualitas batu bara yang rendah pun berdampak terhadap kualitas udara negara itu.Menurut tagihan yang diperoleh pada Januari 2014, Adani membeli batu bara asal Indonesia berkualitas 3.500 kalori per kilogram. Anehnya, komoditas itu kemudian dijual kepada perusahaan Tamil Nadu Generation and Distribution company (Tangedco) sebagai batubara berkualitas 6.000 kalori. Karena hal ini, Adani diduga mendapat keuntungan lebih dari dua kali lipat setelah dikurangi biaya transportasi.Kemudian, berdasarkan dokumen yang dicocokkan FT dengan 22 pengiriman pada 2014, ditemukan bahwa terdapat pola inflasi kadar terhadap pasokan sekitar 1,5 juta ton batubara. FT menyebut Adani memperoleh batubara itu dari perusahaan pertambangan asal Indonesia yang terkenal memproduksi batubara berkalori rendah. Adani mengirimkan komoditas itu ke bagian selatan India untuk memenuhi kontrak berspesifikasi batubara berkualitas tinggi.Berdasarkan dokumen yang diperoleh OCCRP pada Desember 2023, sebuah kapal bernama MV Kalliopi L awalnya membawa batubara Indonesia dengan harga US$ 28 atau Rp 453.152 (kurs Rp 16.184) per ton. Namun ketika kapal itu tiba di India tepat pada tahun baru, batubara itu dijual Adani di harga US$ 92 atau Rp 1.488.928 per ton kepada Tangedco.Setelah ditelisik, batubara itu ternyata berasal dari grup pertambangan PT Jhonlin yang berlokasi di Kalimantan Selatan. Kapal itu pun memuat batubara dari wilayah tersebut. Sebagaimana catatan detikcom, PT Jhonlin adalah perusahaan milik pengusaha, Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.Menurut berkas pernyataan ekspor oleh PT Jhonlin, pembeli akhir batubara itu adalah Tangedco. Adani bertugas sebagai perantara. Namun,menurut tagihan dari Jhonlin yang masuk ke Supreme Union Investors, sebuah perusahaan asal British Virgin Islands, harga batubara tercatat berkisar di angka US$ 28 atau Rp 453.152 per ton.Sepekan kemudian, Supreme Union Investors menagih Adani untuk pengiriman tersebut dengan harga US$ 34 atau Rp 550.256 per ton dengan kualitas 3.500 kalori per kilogram. Namun menariknya, dalam berkas tagihan Adani berikutnya kepada Tangedco, harga batubara melonjak menjadi US$ 92 atau Rp 1.488.928 per ton dengan kualitas 6.000 kalori.Dokumen lain menunjukkan bahwa perbedaan harga tersebut tidak terjadi dalam pengiriman terpisah. Pesanan pembelian pada 2014 mencantumkan terdapat 32 pengiriman batubara berkualitas 6.000 kalori ke Tangedco oleh Adani dengan jumlah 2,1 juta ton di harga $91 atau Rp1.472.744 per ton. Informasi ini terungkap menyusul permintaan OCCRP atas Undang-Undang Kebebasan Informasi India.Pengiriman berkas tagihan Adani ke Tangedco kontradiktif sebab menurut catatan internal Jhonlin, Supreme Union Investors, selaku perantara untuk 24 kargo, membeli batubara di rata-rata harga US$ 28 atau Rp 453.152. Sementara menurut data Argus, harga batubara di kargo tersebut berada di atas kualitas rata-rata batubara Indonesia pada 2014 yakni sekitar 4.200 kalori, yang saat itu dijual di antara US$ 22 (Rp 356.0480 dan US$ 26 (420.784) per ton.FT pun mencocokan data dari 22 dari total 24 kargo. Dari 22 kargo, ditemukan bahwa Tangedco memang adalah pembeli akhir dengan rata-rata harga US$ 86 (Rp 1.391.82) per ton. Temuan ini sejalur dengan perkiraan Argus yang mengistimasi harga rata-rata batubara berkalori 6.000 berkisar di angka US$ 81 (Rp 1.310.904) dan US$ 89 (1.440.376) per ton, termasuk biaya transportasi.Alhasil, disimpulkan bahwa Adani dan perataranya memperoleh keuntungan sekitar US$ 46 (744.644) per ton dari pengiriman tersebut. Keuntungan Adani mencapai sekitar US$ 70 juta atau Rp 1,13 triliun untuk 22 kargo batubara.Namun saat dihubungi, Adani mendampik tudingan penipuan tersebut. Juru bicara Adani Group mengatakan kualitas batubara yang diperoleh sudah diuji secara independen di tempat pengangkutan, serta oleh bea cukai dan ilmuan Tangedco."Batubara yang dipasok telah melewati proses pemeriksaan kualitas yang rumit oleh berbagai lembaga di berbagai tempat, jelas bahwa tuduhan pasokan batu bara berkualitas rendah bukan hanya tidak berdasar dan tidak adil, tetapi juga sangat tidak masuk akal," kata juru bicara yang tidak disebutkan namanya itu.Simak juga Video: Melihat Dampak Topan Remal yang Menerjang India-Bangladesh [Gambas:Video 20detik]
(rrd/rir)
Source https://finance.detik.com