Nikel Jenis Ini Sekarat, Habis Dalam Hitungan Tahun

Admin Ugems
2 分钟阅读 - Wed Mar 20 07:00:00 GMT 2024

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) khususnya Direktorat Jenderal Mineral dan batu bara (Dirjen Minerba) buka-bukaan mengenai usia pertambangan mineral yang ada di Indonesia. Baik usia tambang nikel, timah, bauksit hingga emas dan perak.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba, Tri Winarno menguraikan ketahanan cadangan mineral di tanah air. Misalnya nikel khususnya jenis saprolit yang kira-kira hanya tersisa 13 tahun saja, sementara nikel jenis limonit mencapai 33 tahun.
Adapun untuk tembaga, usianya ditaksir hanya tersisa 23 tahun saja, lalu bauksit mencapau 97 tahun dan cadangan timah tersisa 31 tahun. Sementara emas dan perak masih di atas 100 tahun.


Sebagaimana diketahui, cadangan nikel menjadi yang paling sedikit usianya dibandingkan yang lain. Tri menegaskan bahwa untuk nikel dan mineral kritis lainnya ada tiga pilihan yang akan dilakukan., yakni perluasan, penugasan dan lelang.
"Tiga mekanisme itu diharapkan ada penambahan cadangan," ungkap Tri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Selasa (19/3/2024).
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan batu bara, Irwandy Arif menegaskan, jika Indonesia tidak segera mencari cadangan baru nikel di dalam negeri, maka dalam waktu 11 tahun cadangan nikel kadar tinggi di dalam negeri akan habis.
Tak hanya persoalan cadangan baru, ternyata pengembangan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) jenis Rotary Kiln Electric Furnance (RKEF) juga menekan penggunaan nikel di dalam negeri.
"Ketersediaan Saprolit kalau tidak ada penambahan cadangan dan tidak ada penurunan produksi RKEF akan habis dalam 11 tahun," terang Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan batu bara, Irwandy Arif, dikutip Rabu (13/3/2024).
Akibat itu, saat ini pemerintah sedang berupaya mencari cadangan-cadangan nikel baru. Bahkan, pihaknya melakukan pembatasan pengeluaran izin untuk smelter nikel kelas 2 yang baru dibangun khususnya RKEF. "Perizinan baru untuk smelter RKEF di Kementerian ESDM ada kemungkinan tidak dikeluarkan lagi," jelasnya.
Namun, Irwandy menegaskan pembatasan smelter dengan teknologi pirometalurgi tersebut masih berupa rencana pemerintah yang mana hingga saat ini pembatasan pembangunan atau moratorium smelter nikel kelas 2 yang menggunakan saprolit dalam jumlah besar di Indonesia belum diberlakukan.
Adapun, Irwandy mengatakan nantinya pembangunan smelter nikel baru di Indonesia akan didorong pada jenis smelter hidrometalurgi atau smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang menggunakan nikel kadar rendah (Limonit). "Tidak dikeluarkan izin baru untuk pirometalurgi. (Akan) didorong ke hidrometalurgi," tandasnya.
Potensi Greenfield Nikel
Plt. Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid. Dia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi greenfield nikel dengan total luas lahan sebesar 2 juta hektar.
Namun, saat ini seluas 800 ribu hektar sudah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel, sedangkan sisanya belum dieksplorasi lebih lanjut untuk menemukan jumlah cadangan nikel yang ada.
"Lokasi yang berpotensi greenfield nikel masih cukup luas, dilihat dari potensi dari formasi pembawa nikel yaitu 2 juta hektar. Saat ini baru 800 ribu hektar saja yang sudah menjadi IUP," ujar dia saat Konferensi Pers Badan Geologi Kementerian ESDM, Jumat (19/1/2024).
Adapun, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (Biro KLIK) Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi mengungkapkan bahwa pemerintah membuka kesempatan bagi perusahaan swasta untuk bisa melakukan eksplorasi potensi nikel pada wilayah yang masih belum menjadi IUP di dalam negeri. "Menangani di Pusdatin memberikan kesempatan swasta melakukan eksplorasi ada skema untuk itu jadi sangat terbuka," jelasnya pada kesempatan yang sama.


[Gambas:Video CNBC]






(pgr/pgr)



Source https://www.cnbcindonesia.com

页面评论